BAHASA ISYARAT

Bahasa isyarat adalah bahasa yang mengutamakan komunikasi manual, bahasa tubuh, dan gerak bibir, bukannya suara, untuk berkomunikasi. Kaum tunarungu adalah kelompok utama yang menggunakan bahasa ini, biasanya dengan mengkombinasikan bentuk tangan, orientasi dan gerak tangan, lengan, dan tubuh, serta ekspresi wajah untuk mengungkapkan pikiran mereka.

Bertentangan dengan pendapat banyak orang, pada kenyataannya belum ada bahasa isyarat internasional yang sukses diterapkan. Bahasa isyarat unik dalam jenisnya di setiap negara. Bahasa isyarat bisa saja berbeda di negara-negara yang berbahasa sama. Contohnya, Amerika Serikat dan Inggris meskipun memiliki bahasa tertulis yang sama, memiliki bahasa isyarat yang sama sekali berbeda (American Sign Language dan British Sign Language). Hal yang sebaliknya juga berlaku. Ada negara-negara yang memiliki bahasa tertulis yang berbeda (contoh: Inggris dengan Spanyol), namun menggunakan bahasa isyarat yang sama.

Untuk Indonesia, sistem yang sekarang umum digunakan adalah Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) yang sama dengan bahasa isyarat America (ASL - American Sign Language).

Bahasa isyarat yang diakui internasional:
  1. menggertakkan gigi untuk menunjukkan kemarahan
  2. menggerutkan dahi untuk menunjukkan sedang berfikir keras
  3. gambar pria atau wanita yang dipasang di pintu masuk toilet untuk menunjukkan kamar sesuai dengan jenis kelamin
  4. berpangku tangan menunjukkan seseorang sedang melamun
  5. tersenyum dan berjabat tangan dengan orang lain untuk menunjukkan rasa senang, simpati, dan penghormatan
  6. membuang muka menunjukkan sikap tidak senang atau anpati terhadap borang lain
  7. menggelengkan muka menunjukkan sikap menolak atau keheranan
  8. berbicara dengan mengambil jarak agak menjauh menunjukkan lawan bicara yang
belum terlalu dikenal
  1. menutup mulut dengan telapak tanggan menunjukkan kebohongan
  2. telapak tanggan yang terbuka menunjukkan kejujuran
  3. gerakan kaki dan tangan secara tidak teratur, bagaikam orang yang kedinginan, yang menunjukkan bahwa seorang sedang gerogi.
  4. seseorang mengirimkan seuntai bunga kepada teman meraih sukses bisnis untuk menunjukkan rasa simpati dan ucapan selamat atas kesuksesan yang diraih
  5. asbak diatas meja tamu menunjukkan tamu boleh merokok
  6. simbol dilarang merokok yang terpasang di ruang berarti tidak diperbolehkan merokok
  7. ruang tunggu bank tanpa tempat duduk menunjukkan bahwa para nasabah akan dilayani dengan cepat tanpa harus menunggu.

Bahasa isyarat menggunakan jari :

1. American Sign Language: Bahasa isyarat yang paling banyak dikenal dan telah dipakai sebagai pedoman bahasa isyarat oleh dunia internasional.
2. British Sign Language: Merupakan variasi dari ASL yang sering dipakai di negara Inggris dan juga telah cukup dikenal di dunia internasional. Jenis BSL ini juga menggunakan gerakan tangan yang lebih aktif dari ASL.
3. Indonesian Sign Language: Isyarat ini telah diakui dan banyak digunakan di Indonesia. Dan tentu saja kita bisa memakainya sebagai salah satu acuan bahasa isyarat untuk berkomunikasi di Indonesia.

BY: CHIVO

date Minggu, 20 November 2011


Ketentuan Pasal 21 ayat (1) sampai dengan ayat (5), dan ayat
(8) diubah, serta di antara ayat (5) dan ayat (6) disisipkan 1
(satu) ayat, yakni ayat (5a) sehingga Pasal 21 berbunyi
sebagai berikut:

Pasal 21

(1) Pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri wajib dilakukan oleh:
a. pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai;
b. bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan;
c. dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dan pembayaran lain dengan nama apa pun dalam rangka pensiun;
d. badan yang membayar honorarium atas pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas; dan
e. penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan.

(2) Tidak termasuk sebagai pemberi kerja yang wajib melakukan pemotongan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah kantor perwakilan negara asing dan organisasi-organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.

(3) Penghasilan pegawai tetap atau pensiunan yang dipotong pajak untuk setiap bulan adalah jumlah penghasilan bruto setelah dikurangi dengan biaya jabatan atau biaya pensiun yang besarnya ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan, iuran pensiun,
dan Penghasilan Tidak Kena Pajak.

(4) Penghasilan pegawai harian, mingguan, serta pegawai tidak tetap lainnya yang dipotong pajak adalah jumlah penghasilan bruto setelah dikurangi bagian penghasilan yang tidak dikenakan pemotongan yang besarnya ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan.

(5) Tarif pemotongan atas penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a, kecuali ditetapkan lain dengan Peraturan Pemerintah.

(5a) Besarnya tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (5) yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak lebih tinggi 20% (dua puluh persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak.

(6) Dihapus.

(7) Dihapus.

(8) Ketentuan mengenai petunjuk pelaksanaan pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

SUMBER : DIREKTORAT PAJAK
 

date


Pendahuluan
Ivan Illich (1971) seorang filosof Austria berpendapat bahwa sekolah  negerinya gagal memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada peserta didik sehingga mereka tidak dapat hidup mandiri. Ivan  menyatakan ketidaksetujuannya atas sistem dan penyelenggaraan pendidikan nasional di negaranya yang menerapkan program wajib belajar. Ia menyatakan dengan keras perlunya membebaskan masyarakat dari pendidikan (deschooling society).  Walaupun tidak terkait langsung dengan pendapat Ivan, dewasa ini tumbuh dan berkembang pula sekolah di rumah (home schooling) sebagai salah satu wujud ketidakpuasan orangtua atas hasil pendidikan di sekolah. Sementara itu kemajuan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah memungkinkan masyarakat (walaupun belum semua) dengan cepat memperoleh berbagai jenis informasi yang bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan dan keterampilan. Keadaan yang demikian membuat sekolah dan lembaga pendidikan formal lainnya tidak lagi mendominasi peran sebagai tempat dan sumber belajar.
Sungguhpun demikian, masih banyak masyarakat yang mempercayakan pendidikan anak-anaknya pada lembaga pendidikan yang secara terus menerus melakukan pembenahan dalam bidang kurikulum, metodologi belajar-membelajarkan, sarana dan prasarana pendidikan. Di samping menggunakan berbagai pendekatan belajar-membelajarkan sesuai dengan kemajuan ilmu pedagogi , pengintegerasian TIK ke dalam proses belajar-membelajarkan merupakan salah satu usaha yang dilakukan banyak sekolah untuk meningkatkan mutu proses dan hasil belajar-membelajarkan. Namun sampai sekarang ini berbagai masalah berkaitan dengan penggunaan TIK di sekolah masih menghadapi berbagai masalah. Tulisan ini mencoba membahas bagaimana  TIK dipergunakan oleh guru dan siswa di sekolah, faktor-faktor apa saja yang diperlukan untuk mendukung keberhasilan penggunaan TIK  dalam proses –membelajarkan, serta bagaimana menyikapi banjir dan arus informasi yang sulit dapat dihidarkan dalam abad informasi ini.
Dari berbagai pengertian yang dikemukakan oleh para ahli dapat disimpulkan bahwa belajar pada hakekatnya merupakan proses interaksi antara pemelajar (orang yang belajar) dengan lingkungannya yang dilakukan secara sadar dan terencana untuk merubah perilakunya ke arah yang lebih positif. Dengan demikian, lingkungan merupakan salah satu unsur yang sangar penting dan tidak dapat diabaikan dalam proses belajar. Pemahaman atas pengertian belajar yang demikian menunjukkan, pada hakikatnya  manusia mulai belajar sejak dilahirkan dan hasilnya terlihat pada perubahan kemampuan berpikir (kognitif), berbuat (psikomotorik), atau bersikap (afektif). Kegiatan belajar yang demikian dilakukan sejak manusia ini ada dan perkembangan perdabannya dipengaruhi oleh kualitas hasil interaksi secara intelektual dan fisik dengan lingkungannya sebagai sumber belajar dan dalam kondisi tertentu berfungsi pula sebagai pembelajar. Manusia melakukan perubahan ataupenyesuaian cara berpikir dan bertindak dalam menanggapi reaksi lingkungan atas perilakunya atau atas peristiwa-peristiwa yang terjadi dengan sendirinya di lingkungannya.
Pada awal kehidupannya, anak belajar  di lingkungan keluarga, kemudian ke  lingkungan sekitarnya serta dalam perkembangan lebih lanjut ke lembaga pendidikan yang disebut sekolah. Di sekolah, guru merencanakan pengalaman belajar anak dengan menetapkan tujuan, bahan belajar, alat peraga, serta proses belajar. Guru menjelaskan bahan pelajaran, bertanya, menjawab pertanyaan, memotivasi mengawasi dan menilai hasil belajar anak. Tugas utama guru adalah mengajar dan tugas utama anak sebegai peserta didik adalah belajar. Proses belajar pesera didik sangat bergantung dan berorientasi pada guru yang memberlakukan peserta didik sebagai objek. Di dalam kelas dipergunakan papan tulis, buku, dan alat peraga untuk membantu guru mengajar. Sesuai dengan perkembangan kurikulum dan metode mengajar secara bertahap sekolah dilengkapi dengan perpustakaan dan berbagai laboratorium (laboratorium fisika, kimia, IPA, dan bahasa) atau tempat prkatek untuk sekolah kejuruan.  Dalam konteks belajar yang demikian, lingkungan sekolah yang dibatasi oleh pagar dan  ruang kelas yang dibatasi oleh dinding, lantai dan langit-langit merupakan dunia belajar peserta didik.(Regeluth & Garfinkle, 1994).
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam belajar dan membelajarkan membuat sumber belajar juga berkembang secara pesat  di dalam dan di luar lembaga pendidikan. Perkembangan ini dapat dilihat dari pendekatan belajar-membelajarkan yang pada awalnya mengandalkan guru dan buku sebagai sumber belajar utama, pada era sekarang ini TIK menjadi sumber belajar utama di samping guru. Tempat belajar peserta didik kini berubah dari lingkungan sekolah dan kelas menjadi dunia tanpa batas formal. Demikian pesatnya perkembangan TIK sehingga mengubah fungsi guru yang semula sebagai pengajar menjadi pembelajar dengan tugas utama sebagai perencana, fasilitator, tutor, dan motivator. Pertemuan tatap muka secara teratur dengan guru di tempat dan waktu yang terjadwal dapat digantikan dengan menggunakan TIK melalui sistem belajar jarak jauh (distance learning). Di sisi lain belajar pun menjadi lebih terbuka, tidak dibatasi lagi oleh usia, tempat, status sosial, jenis kelamin, pekerjaan, waktu serta cara belajar  setiap orang (open learning) . Dengan perkataan lain, tidak ada diskriminasi dalam belajar dan orang dapat belajar sesuai dengan kemampuan intelektual dan fisiknya. Di samping itu setiap orang dapat menggunakan berbagai sumber belajar sesuai dengan kebutuhan dan gaya belajarnya (flexibel learning).
Tersedianya berbagai alat dan bentuk TIK  yang semakin maju dewasa ini memudahkan setiap orang dapat memperoleh berbagai informasi secara cepat, akurat, dan mutakhir. Walaupun tidak semuanya bermanfaat akan tetapi kalau dipilih secara tepat, informasi itu dapat dijadikan salah satu sumber  dalam mempelajari  fakta, konsep, dan prosedur. Tersedianya perpustakaan elektronik on line, memungkinkan penjelajahan ke berbagai perpustakaan di dunia dan  memperoleh informasi untuk berbagai keperluan  belajar. Bahkan akhir-akhir ini, telepon genggam memiliki berbagai kemampuan sehingga dapat dipergunakan untuk memperoleh informasi dari internet  dalam berbagai tampilan visual, audio, dan audiovisual.
Di samping sebagai sumber berbagai jenis informasi yang melimpah, TIK dapat dipergunakan untuk menyimpan, mengolah/memanipulasi, menyajikan, mengirim data atau informasi. Dengan menggunakan word processor dan spreadsheet peserta didik dapat mengembangkan kemampuan menulis, mengolah/memanipulasi, menganalisis,  dan menampilkan data. Program komputer, seperti animasi dan flash, dapat dipergunakan untuk melakukan berbagai percobaan dan praktek simulasi yang keakuratannya tidak berbeda dengan praktek di laboratorium. Kemampuan TIK dan penggunaannya secara tepat dapat membuat peserta  didik aktif, kreatif, inovatif, senang  serta termotivasi untuk terus belajar serta dapat mendorong dan meningkatkan kemampuan berpikir mereka  ke tingkat lebih tinggi (high-thinking order). Di samping itu peserta didik dapat terdorong berpikir secara logis, kritis, kreatif, dan inovatif dalam memecahkan berbagai masalah.
Apabila telah terbiasa menggunakan TIK, peserta didik dapat mengalami perubahan sikap terhadap belajar dari perasaan yang tidak senang, sulit, menakutkan dan membosankan menjadi kegiatan yang mengasyikkan dan menyenangkan.  Sikap peserta didik terhadap teknologi pun dapat berubah, dari anggapan bahwa teknologi itu rumit dan sulit menjadi sesuatu yang mudah, praktis, dan sangat membantu dalam berbagai keperluan. Mereka pun menganggap TIK sebagai teman yang menyenangkan dalam belajar dan membuat mereka gemar, terbiasa dan gandrung belajar.
Di sisi lain TIK dapat membantu guru mempersiapkan dan mengelola proses belajar-membelajarkan lebih efektif dan efisien dalam mencapai tujuan pembelajaran. Dengan mengacu pada tujuan dan bahan belajar, guru dapat merancang model-model pembelajaran dengan menggunakan aneka  sumber belajar sesuai dengan gaya belajar masing-masing peserta didik. Dengan menggunakan multi media serta berbagai program perangkat lunak komputer, guru dapat merancang proses pembelajaran yang interaktif, menarik, dan efektif dan mampu membuat peserta didik belajar aktif dan mandiri.
Perkembangan perangkat keras dan perangkat lunak TIK begitu cepat dan kemajuannya sukar dapat dipredikasi. Dalam tahun sembilan puluhan masih banyak komputer menggunakan pentium satu dan pentium dua dan laptop atau note book masih dianggap barang langka dan harganya pun mahal sehingga orang-orang tertentu saja yang dapat memiliki dan memakainya. Fasilitas telepon genggam pun masih terbatas dan pada umumnya dipergunakan hanya untuk nelpon. Akan tetapi tidak sampai sepuluh tahun kemudian, perangkat keras dan perangkat lunak komputer  berkembang begitu cepat dan canggih sehingga dapat dipergunakan tidak hanya untuk mengetik dan menghitung, tetapi dapat difungsikan  sebagai otak buatan (artificial intelligence) yang mampu secara cepat menyimpan, mengolah , menganalisis, serta menampilakan data dan informasi untuk berbagai keperluan dengan beraneka ragam tampilan.  Komputer grafis dan animasi dapat menciptakan lingkungan virtual sehingga orang dapat melihat dan berinteraksi dengan dunia buatan (artifisial) tiga dimensi. Dengan menggunakan internet begitu mudahnya memperoleh dan mengirim atau menyebarluaskan informasi dalam perhitungan detik ke seluruh pelosok dunia.
Telepon genggam juga berkembang begitu dahsyat sehingga dipergunakan tidak hanya sebagai alat untuk nelpon saja tetapi juga telah memiliki kemampuan untuk merekam, menyimpan, dan mengirim pesan tertulis, suara, dan gambar serta dapat mengakses berbagai informasi dari internet. Alat komunikasi ini juga dilengkapi dengan berbagai fasilitas untuk menghitung angka (kalkulator), waktu (stopwatch), dan agenda harian (organizer) dengan harga yang dapat dijangkau oleh semakin banyak orang.
Kemajuan TIK itu memudahkan orang memperoleh informasi apa saja, kapan saja, dan di mana saja, sehingga dikatakan juga bahwa dewasa ini informasi itu tersedia di ujung jari dan cara memperolehnya bergantung pada keterampilan menggunakan ujung jari serta kebermanfaatannya bergantung pada kemampuan memilih dan menggunakannya secara tepat.  Dengan demikian yang menjadi tantangan sekarang ialah bagaimana menyediakan dan menggunakan  TIK di lembaga pendidkan pada umumnya serta sekolah pada khususnya sebagai salah satu sumber dalam meningkatkan mutu proses dan hasil belajar-membelajarkan
Penggunaan TIK di Sekolah
Teknologi yang menghasilkan produk dalam bentuk perangkat keras atau perangkat lunak pada awalnya bukanlah semata-mata dimaksudkan untuk keperluan pendidikan. Akan tetapi kemudian produk teknologi itu juga merambah ke lembaga-lembaga pendidikan serta dimanfaatkan untuk kegiatan belajar-membelajarkan. Dengan menggunakan teknologi, diharapkan kegiatan belajar-membelajarkan dapat diselenggarakan lebih efektif, efisien, kreatif, inovatif, dan menyenangkan. Akan tetapi sudah lama, paling tidak sejak tahun 1973, Levie dan Dicky menyatakan (dalam Educational Technology: A Review of the Research, 1993) bahwa hasil-hasil penelitian menunjukkan, produk teknologi lebih berfungsi sebagai alat penyampai pesan dan tidak menentukan keberhasilan peningkatan hasil belajar peserta didik. Yang jauh lebih berperan ialah isi bahan belajar dan pengemasannya, karakteristik peserta didik, serta lingkungan belajar. Lebih jauh diketahui pula bahwa kecanggihan teknologi yang dipergunakan, misalnya dalam  belajar berbasis atau berbantuan  komputer (computer based learning)  dan belajar di dunia maya (virtual learning) serta merta menjamin meningkatkan hasil belajar siswa lebih tinggi dibandingkan dengan pembelajaran konvensional (interaksi langsung peserta didik dengan guru).
TIK dalam proses belajar-membelajarkan memang sangat membantu untuk keperluan belajar jarak jauh karena dapat mengatasi jarak antara peserta didik dengan guru. Akan tetapi hasil belajar masih tetap ditentukan oleh isi dan pengemasan bahan belajar serta karakteristik peserta didik. Keberhasilan penggunaan TIK tergantung pada bagaimana guru memilih, menyusun, mengemas, dan menyajikan bahan belajar serta bagaimana peserta didik menanggapi dan mempelajarinya. Hal ini berarti bahwa sikap, kemampuan dan keterampilan guru dan peserta didik ikut menentukan keberhasilan penggunaan TIK mengatasi berbagai kesulitan dalam proses belajar-membelajarkan.
Kebermanfaatan TIK membantu pemerataan memperoleh informasi yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan mutu proses dan hasil belajar-membelajarkan,  mendorong Pemerintah Indonesia menerbitkan berbagai kebijakan serta  melaksanakan berbagai program. Dalam Rencana Starategis Departemen Pendidikan Nasional 2005 – 2009 (Depdiknas: 2006) disebutkan antara lain: Kebijakan tentang Nusantara-21, Instruksi Presiden Nomor 50 Tahun 2000 tentang Tim Koordinasi Telematika Indonesia, Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2001 tentang pengembangan dan pendayagunaan telematika, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang penyiaran, dan Keppres Nomor 20 Tahun 2006 tentang Dewan Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional. Di samping itu di tingkat Departemen,  Departemen Pendidikan Nasional pada tahun 2007 menerbitkan beberapa kebijakan tentang pengembangan TIK, di antaranya adalah: Kepmendiknas Nomor 50/P/2007 tentang Tim Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan Nasional.
Program meningkatkan TIK dalam pendidikan pada umumnya telah dilaksanakan dalam berbagai bentuk, antra lain Universal Services Obligation (USO) yang dimulai tahun 2003 untuk meningkatkan kesempatan bagi masyarakat di pedesaan agar dapat menikmati fasilitas layanan telekomunikasi. Program USO berkaitan dengan pengembangan TIK pendidikan berkenaan dengan ketersediaan jaringan telekomunikasi yang akan memberikan kesempatan bagi sekolah terutama di wilayah terpencil agar memiliki akses terhadap sumber belajar. Di samping itu terdapat pula program One School One Computer’s Lab (OSOL) OSOL didasarkan atas Kepmen Kominfo No. 17/Kep/M.KOMINFO/4/2003 tentang pemanfaatan TIK di sekolah yang minimal harus memiliki satu laboratorium komputer. OSOL dimaksudkan untuk memudahkan sistem belajar-mengajar, meningkatkan kualitas pendidikan, pemanfaatan teknologi serta memacu semangat belajar siswa.
Secara nasional  diselenggarakan Televisi Edukasi (TVE) yang diresmikan Menteri Pendidikan Nasional pada tahun 2004 dengan visi: ”menjadi stasiun televisi pendidikan yang santun dan mencerdaskan”, serta misi:  mencerdaskan masyarakat,  menyajikan keteladanan, menyebarkan informasi dan kebijkan pendidikan, serta  memotivasi  masyarakat agar gemar belajar. Sasaran TVE adalah peserta didik di semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan,  praktisi pendidikan dan  masyarakat. Sementara itu dikembangkan pula Wide Area Network KOTA (WAN-kota) yang merupakan salah satu program pengembangan pembelajaran melalui TIK. WAN-kota dibuat dengan menghubungkan antar lembaga pelatihan dan pendidikan  melalui Dikmenjur dengan sekolah yang ada di perkotaan.
Pengelolaan pengembangan TIK dilakukan melalui Jardiknas, dengan mencoba integrasi TIK dalam pembelajaran, pemanfaatan TIK dalam pengelolaan manajemen pendidikan dan berbagai kegiatan pendidikan. Jardiknas dimanfaatkan untuk peningkatan kecepatan layanan informasi secara integral, interaktif, lengkap, akurat dan mudah didapat; memberikan pelayanan data dan informasi secara terpadu;  menciptakan budaya transparan dan akuntabel; merupakan media promosi pendidikan yang handal; meningkatkan komunikasi dan interaksi lokal maupun internasio-nal; mengakses berbagai bahan ajar; dan  meningkatkan efisiensi berbagai kegiatan pendidikan. Terdapat berbagai program dan kegiatan lain yang dilakukan Pemerintah bersama-sama pihak swasta untuk menghadirkan TIK di lembaga-lembaga pendidikan. Contoh-contoh yang dikemukakan bagaimana proses belajar-membelajarkan diupayakan berbasis teknolgi serta mengintegerasikan TIK dalam proses pendidikan.
Teknologi infromasi dan komunikasi sudah merambah ke sekolah-sekolah dan menjadi salah satu indikator kemajuan dan kebanggaan sekolah, tetapi hasil penelitian di berbagai negara, termasuk di Indonesia, menunjukkan bahwa pemanfaatan teknologi itu tidak serta merta meningkatkan mutu proses dan hasil belajar secara signifikan. Sebagai salah satu contoh, hasil Ujian Negara untuk SMA dalam tahun 2010 ini secara nasional  turun sekitar 4 % dari tahun sebelumnya. Penurunan ini juga terjadi di kota Jakarta yang sekolah-sekolahnya pada umumnya telah dilengkapi dengan  berbagai media elektronik termasuk komputer dalam proses belajar-membelajarkan. Banyak SMA Negeri dan Swasta memiliki komputer dan LCD di dalam kelas dan peserta didik dengan mudah dapat menggunakan komputer terkoneksi dengan internet di sekolah, rumah atau di warung-warung internet (warnet).
TIK telah hadir di sekolah dan guru serta peserta didik telah menggunakanya dalam proses belajar-membelajarkan, namun belum dapat meningkatkan mutu proses dan hasil belajar secara signifikan seperti yang diharapkan karena berbagai hambatan. Pertama, guru sendiri belum dapat menggunakan teknologi itu sebagai sumber belajar secara tepat. Hal ini disebabkan, kebanyakan guru belum memperoleh pelatihan bagaimana membuat dan mengembangkan rancangan pembelajaran (instructional design) dengan benar. Mereka pada umumnya belajar sendiri menggunakan komputer dalam membuat power point, sehingga pengemasan pesan dan tampilannya pun tidak membuat proses belajar membelajarkan menjadi lebih sistematis, kreatif, efisien, efektif, dan menyenangkan. Sebagai contoh sederhana, penyajian bahan belajar dengan menggunakan power point dapat membingungkan peserta didik karena setiap tampilan padat dengan teks serta menggunakan huruf yang tidak dapat terbaca dengan jelas karena ukuran huruf terlalu kecil atau diberikan latar belakang yang berlebihan dan tidak kontras dengan warna huruf. Penggunaan animasi yang tidak sesuai dapat juga mengganggu konsentrasi  peserta didik.  Penggunaan komputer dan LCD dengan cara yang demikian tidak lebih baik dari pada overhead projector (OHP) dan fungsinya bukan sebagai alat bantu belajar peserta didik tetapi alat bantu guru dalam menyampaikan bahan belajar. Padahal penggunaan media itu diharapkan terutama untuk memudahkan peserta didik mempelajari dan memahami pelajaran bukan untuk memudahkan guru menyampaikannya. Proses belajar-membelajarkan demikian tidak dapat disebut  berbasis teknologi.
Kedua, masih banyak guru yang belum terbiasa mencari informasi di internet untuk memperkaya pengetahuan peserta didik. Mereka kurang termotivasi membiasakan diri mengunakan internet sebagai sumber belajar, mungkin karena tidak memiliki akses di sekolah atau di rumah. Bahkan tidak tertutup kemungkinan masih terdapat guru di kota-kota besar yang buta/gagap teknologi serta tidak termotivasi untuk mempelajarinya karena merasa ribet dan merepotkan pada hal mereka sudah mendekati usia pensiun.
Ketiga, belum tersedia tenaga khusus dan profesional di sekolah yang dapat membantu guru dalam menggunakan teknologi informasi untuk keperluan belajar-membelajarkan. Seperti sebelumnya telah dikemukakan bahwa TIK, secanggih apapun, hanyalah merupakan alat yang bermanfaat dalam proses belajar-membelajarkan apabila diisi dengan bahan pelajaran dan dikemas sesuai dengan kaidah-kaidah pedagogik serta dipergunakan secara tepat. Kemampuan dan keterampilan mengintegrasikan TIK itu ke dalam proses belajar-membelajarkan mungkin belum dipelajari guru ketika masih kuliah di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK). Akan tetapi dewasa ini telah ada program studi Teknologi Pendidikan di beberapa LPTK yang menghasilkan tenaga kependidikan untuk membantu guru merancang dan mengembangkan desain pembelajaran termasuk mengintegrasikan TIK ke dalam proses belajar-membelajarkan. Di samping itu tenaga khusus ini juga diperlukan mengatasi kerusakan perangkat keras atau perangkat lunak  termasuk dalam memasang (install) program-program tertentu.
Keempat, pengadaan dan penggunaan komputer di sekolah belum berdasarkan keperluan belajar dan pembelajaran. Tidak jarang sekolah mengadakan perangkat komputer termasuk perangkat lunaknya dalam jumlah yang cukup banyak dan menempatkannya di suatu ruang yang kemudian diberi nama Laboratorium Komputer. Pengadaan dan pengaturan perangkat keras dan perangkat lunak komputer itu tidak dilakukan berkordinasi dengan guru-guru bidang studi, sehingga perangkat lunak yang tersedia tidak memenuhi kebutuhan bidang studi dan pemakaiannya tidak terintegrasi dengan proses belajar-membelajarkan.
Kelima, perawatan rutin dan penambahan perangkat keras dan perangkat lunak memerlukan dana yang belum tentu dapat disediakan sekolah. Perangkat keras komputer juga memerlukan perawatan dan pada kurun waktu tertentu memerlukan penggantian komponen tertentu. Di samping itu perangkat lunaknya juga perlu dimutakhirkan dan dibersihkan dari berbagai virus. Hal ini kadang-kadang kurang diperhitungkan oleh sekolah ketika mengadakan komputer itu, sehingga dalam perjalanannya terdapat peralatan TIK yang tidak dapat dimanfaatkan dengan baik.
Uraian yang telah dikemukakan mempertegas, kemajuan dan pemanfaatan teknologi di dalam pendidikan pada umumnya dan proses belajar-membelajarkan pada khususnya tidak dapat dihindari, akan tetapi tidak dapat sepenuhnya menggantikan fungsi dan peranan guru. Teknologi memang mendudukkan guru pada peranan yang berbeda dari sebelumnya; fungsi dan peranan guru diharapkan lebih banyak pada merancang dan mengembangkan desain pembelajaran (designer), mengelola pembelajaran (manager), tutor, dan motivator. Dengan perkataan lain, di samping dalam mengembangkan kemampuan emosional dan sosial peserta didik, kehadiran guru sangat diperlukan dalam membuat rancangan belajar-membelajarkan, mengelola proses, dan  melakukan evaluasi hasil belajar-membelajarkan peserta didik. Kebermanfaatan penggunaan teknologi untuk mencapai tujuan belajar-membelajarkan ditentukan oleh kemampuan guru dalam mendayagunakannya secara tepat.
Pengalaman dan penelitian menunjukkan bahwa penggunaan teknologi canggih tidak serta merta membuat mutu proses dan hasil belajar-membelajarkan meningkat, terlebih-lebih kalau guru belum terampil menggunakannya secara tepat. Peralatan TIK, seperti komputer dan LCD, pada umumnya dipergunakan oleh guru dalam proses belajar-membelajarkan di sekolah cenderung untuk membantu guru menyampaikan bahan pelajaran bukan untuk membantu dan memudahkan siswa belajar. Penggunaan TIK terintegrasi dengan kegiatan belajar-membelajarkan belum dilakukan sebagaimana mesetinya
Akan tetapi penggunaan TIK di sekolah sering menjadi daya tarik dan ukuran bagi peserta didik dan orang tua dalam memilih sekolah. Ketersediaan peralatan TIK di sekolah juga sering menjadi kebanggaan sekolah dan dianggap sebagai salah satu indikator sekolah yang maju. Diakui bahwa penggunaan TIK secara tepat dapat meningkatkan mutu proses dan hasil belajar-membelajarkan. Akan tetapi pengadaan dan pemanfaatan teknologi itu memerlukan dana yang cukup besar sementara masih banyak sekolah khususnya di luar perkotaan tidak mampu menyediakannya. Dengan demikian, pemanfaatan TIK dapat menciptakan kesenjangan mutu dan daya tarik antar sekolah dan kadang kala dapat membuat guru dan peserta didik di sekolah yang tidak mampu menyediakan teknologi itu menjadi rendah diri dan apatis.
Pengelolaan Sumber Belajar di Sekolah.
Sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan oleh peserta didik untuk memudahkan dia melakukan kegiatan dalam mencapai tujuan belajar. Di samping peralatan teknologi informasi, berbagai laboratorium dan alat praktek merupakan sumber belajar. Dilihat dari pembuatan dan peruntukkannya, sumber belajar dapat juga dikelompokkan menjadi sumber belajar by design dan sumber belajar by utilization. Yang pertama disebut adalah segala sesuatu belajar yang sengaja dirancang dan dibuat untuk keperluan belajar-membelajarkan seperti laboratorium fisika, kimia, biologi, atau bahasa  serta perpustakaan di sekolah. Sedangkan yang kedua disebut ialah segala sesuatu yang dirancang dan dibuat bukan untuk keperluan belajar-membelajarkan tetapi dapat dimanfaatkan untuk keperluan itu seperti museum, pasar, dan rumah ibadah. Bahkan untuk berbagai kegiatan dan tujuan belajar, alam dapat dijadikan sebagai sumber belajar.
Dengan tersedianya berbagai sumber belajar serta dengan berkembangnya pendekatan belajar-membelajarkan berbasis aneka sumber untuk memenuhi kebutuhan belajar peserta didik, pengadaan, pengelolaan, serta pemanfaatan sumber-sumber belajar di sekolah perlu dilakukan secara tererencana dan terkoordinasi. Untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi penggunaan berbgaai sumber belajar yang diadakan itu perlu dijejaki kemungkinaan pendirian Pusat Sumber Belajar (PSB) di masing-masing sekolah.  PSB ini dapat dijadikan wadah untuk membantu guru untuk mengintegrasikan proses belajar-membelajarkan dengan pemanfaatan sumber belajar yang tersedia di sekolah. Dengan menyediakan pengelola yang profesional, masing-masing guru dapat dibantu mengembangkan desain pembelajaran berbasis aneka sumber yang kreatif dan inovatif sehingga dapat mewujudkan pembelajaran yang aktif dan menyenangkan.
Pengelolaan sumber belajar secara terkoordinasi dalam wadah PSB dimulai dari tahap perencanaa, pelaksanaan, pengembangan, pemanfaatan, dan evaluasi sumber-sumber belajar yang dalam semua kegiataanya mengikut sertakan kepala sekolah, guru dan tenaga kependidikan lainnya. PSB ini juga berfungsi untuk membantu guru mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya dalam melaksanakan pembelajaran di kelas serta membantu peserta didik mengatasi masalah-masalah belajar dengan memanfaatkan aneka sumber belajar. Dengan demikian PSB dapat memberikan kesempatan belajar yang lebih terbuka bagi peserta didik dan melayani kebutuhan guru dalam menerapkan kemampuan professional dan kemampuan pedagogiknya. Pada gilirannya keberadaan dan kegiatan PSB dapat dijadikan indikator mutu pendidikan di sekolah.
Penutup
Pemanfaatan TIK di sekolah semakin berkembang dan  cenderung dijadikan salah satu indikasi kemajuan suatu sekolah. Akan tetapi hasil penelitian di Indonesia menunjukkan antara lain bahwa TIK belum diintegrasikan dan dikembangkan dengan proses belajar-membelajarkan sebagaimana mestinya. Oleh karena itu penggunaan TIK di sekolah tidak selalu serta merta dapat mengatasi masalah-masalah belajar-membelajarkan dan meningkatkan mutu proses dan hasi belajar-membelajarkan.
Di samping peralatan yang berbasis TIK, di sekolah tersedia berbagai sumber belajar by desain dan by utilization yang dapat dimanfaatkan oleh guru dan siswa dalam rangka melaksanakan pendekatan belajar berbasis aneka sumber. Akan tetapi keberhasilan pemanfaatan berbagai aneka sumber (termasuk peralatan TIK), sangat tergantung pada kemampuan, keterampilan, dan kreatifitas guru mengintegrasikannya dalam proses belajar-membelajarkan. Dalam kenyataanya peranan guru masih diperlukan dalam proses pendidikan peserta didik serta belum dapat digantikan sepenuhnya oleh sumber belajar lain, oleh karena itu perlu meningkatkan peran serta guru dalam merencanakan, mengadakan, dan memanfaatkan aneka sumber belajar. Kemampuan dan keterampilan guru dalam memanfaatkan aneka sumber belajar perlu terus menerus di tingkatkan sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknolgi pendidikan. Kesempatan perlu diberikan seluas-luasnya kepada guru untuk mengikuti pelatihan, lokakarya, seminar, atau kerja sama antar guru bidang studi berkaitan dengan pelaksanaan pendekatan belajar berbasis aneka sumber.
Tersedianya berbagai aneka sumber belajar di sekolah memerlukan pengelolaan yang dapat menjamin pemanfaatannya secara tepat guna dan berhasil guna. Untuk itu perlu dikembangkan PSB di sekolah mulai dari yang sederhana sampai yang maju dan lengkap. Kehadiran PSB yang dikelola secara professional. dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi pemanfaatan aneka sumber belajar di sekolah serta dapat membantu guru dan peserta didik dalam mengatasi berbagai masalah belajar-membelajarkan.

date