You can visit this journal with link 

http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/Iphi/article/view/12079


This Journal share a research journal on management of zakat and waqf


One of the journal

The Effect Of The Work Environment, Locus Of Control 

And Motivation On Employees Performance 

In Baznas Of South Sumatra Province


Abstract

The National Amil Zakat Agency (BAZNAS) is the official and only body established by the government which has the task and function of collecting and distributing zakat, infaq and alms (ZIS) at the national level. Human resources are one of the important factors for BAZNAS in carrying out its operational activities. This study aims to examine the effect of work environment, locus of control and motivation on employee performance. This type of research is quantitative research. The sampling technique used in this study is the saturated sampling technique, which is a sampling technique in which all members of the population are used as samples. In this study, researchers used a sample of 32 employees of BAZNAS, South Sumatra Province. The data analysis technique used is multiple regression analysis with the help of SPSS software. The results showed that the work environment had a positive and significant effect on employee performance, locus of control had a positive and significant effect on employee performance and motivation had a positive and significant effect on employee performance.Simultaneously the work environment, locus of control and motivation affect employee performance by 88.7%, while the remaining 11.3% is influenced by other variables that have not been studied or are not included in the regression in this study.   

by: Aziz Septiatin, Yusiresita Pajaria, Fatimatuz zuhro, Rosyada


date Rabu, 24 Agustus 2022



Judul Jurnal :
Eksistensi Akuntansi Forensik Dalam Penyidikan Dan Pembuktian Pidana Korupsi

Jurnal Oleh :
Uminah Hakim
Unnes Law Journal ULJ 3 (1) (2014)

Pendahuluan :
Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi berisi mengenai tindakan pemerintah yang memerintahkan semua aparat di pusat dan daerah menjalankan langkah-langkah apapun untuk memberantas korupsi. Upaya tersebut antara lain melalui sistem pengawasan ketat dalam pelayanan pajak dan imigrasi, mengawasi pengeluaran dan pendapatan, meningkatkan pelayanan masyarakat di pusat dan daerah, serta membawa ke meja hijau setiap kasus korupsi. Dalam rangka upaya percepatan pemberantasan tindak pidana korupsi tersebut, sebagai badan yang memiliki tujuan yang sama untuk memberantas tindak pidana korupsi, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Kejaksaan dan Pengadilan harus membuktikan kecurigaan mereka kepada seseorang mengenai apakah seseorang tersebut melakukan korupsi atau tidak. Pengusutan ini sangat sulit dilakukan karena berkaitan dengan bidang tertentu di luar hukum, yaitu bidang keuangan negara atau perekonomian negara. Agar dapat membuktikan apakah seseorang melakukan korupsi harus didukung oleh alat bukti yang memiliki tingkat pembuktian yang kuat. Alat bukti tersebut digunakan untuk membuktikan mengenai penyalahgunaan atau kecurangan yang telah dilakukan dalam tindak pidana korupsi. Untuk dapat memperoleh alat bukti juga diperlukan sebuah metode yang tepat dan relevan. Metode yang dapat digunakan adalah jasa analisis akuntansi forensik.
Ilmu forensik adalah ilmu yang digunakan untuk penyelidikan kriminal dalam rangka mencari bukti yang dapat digunakan dalam kasus-kasus kriminal. Sedangkan menurut Tuanakotta (2010) Akuntansi forensik adalah ilmu akuntansi dalam arti luas termasuk auditing, pada masalah hukum untuk penyelesaian hukum di dalam atau di luar pengadilan. Akuntansi forensik meliputi investigasi kecurangan dan menginvestigasi pembukuan keuangan maupun catatan yang terkait dengan tindak pidana korupsi. Berbeda dengan auditor yang memberikan opini terhadap laporan keuangan, Akuntansi forensik lebih berfokus pada suatu dugaan atau peristiwa tertentu. Oleh karena itu, akuntansi forensik memiliki peran yang efektif dalam menyelidiki dan membuktikan adanya tindak pidana korupsi.
Praktik akuntansi forensik tumbuh tidak lama setelah krisis ekonomi melanda Indonesia tahun 1997. Tingkat korupsi yang masih tinggi menjadi pendorong yang kuat untuk berkembangnya praktik akuntansi forensik di Indonesia, meskipun pada dasarnya akuntansi forensik sudah lama dipraktikan di Indonesia jauh sebelum krisis ekonomi. Praktik akuntansi forensik di Indonesia pertama kali dilakukan untuk menyelesaikan kasus Bank Bali oleh Price Waterhouse Cooper (PWC), keberhasilannya dapat dilihat dari Price Waterhouse Cooper (PWC) berhasil menunjukan aliran dana yang bersumber dari pencairan dana peminjaman Bank Bali.
Keberhasilan pemberantasan tindak pidana korupsi sangat bergantung pada penyidikan dan pembuktian di persidangan serta tidak mengesampingkan pula proses lainnya seperti penyelidikan dan penuntutan. Penyidikan berperan untuk mengumpulkan fakta-fakta dan alat bukti, sedangkan pembuktian di persidangan adalah untuk membuktikan bahwa benar seorang terdakwa secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana korupsi berdasarkan alat bukti yang sah. Dengan telah dilakukannya praktik akuntansi forensik di Indonesia belum dapat diukur apakah penerapan akuntansi forensik telah membantu pemberantasan tindak pidana korupsi atau belum. Oleh karena itu diperlukan pengkajian lebih lanjut mengenai eksistensi akuntansi forensik dalam penyidikan dan pembuktian tindak pidana korupsi.
Berdasarkan latar belakang tersebut, meka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut: Bagaimana peran akuntansi forensik dalam penyidikan tindak pidana korupsi? Bagaimana pengaruh alat bukti hasil analisis akuntansi forensik terhadap putusan hakim pengadilan tindak pidana korupsi? Bagaimana eksistensi akuntansi forensik dalam proses pembuktian tindak pidana korupsi?

Metode Penelitian :
Penelitian ini adalah penelitian hukum dengan spesifikasi pendekatan kualitatif. Pendekatan penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data yang deskriptif, yang bersumber dari tulisan atau ungkapan dan tingkah laku yang dapat diobservasi manusia” (Ashshofa 2010). Sedangkan jenis penelitian ini adalah yuridis sosiologis. Penelitian hukum Yuridis Sosiologis (sosio-legal approach) yaitu penelitian hukum dipelajari dan diteliti sebagai studi law in action, karena mempelajari dan meneliti hubungan timbal balik antara hukum dan lembaga-lembaga sosial yang lain studi hukum law in action merupakan studi sosial non doktrinal dan bersifat empiris” (Ronny 1990).
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer yang diperoleh langsung dari informan dan responden. Data primer diperoleh melalui wawancara dan observasi. Selain itu juga ada data sekunder yang diperoleh dari dokumentasi dan studi kepustakaan. Data yang diperoleh dari berbagai sumber tersebut kemudian diuji validitasnya dengan metode triangulasi sumber.

Hasil dan Pembahasan :
Peran akuntansi forensik dalam penyidikan tindak pidana korupsi dilakukan akuntan forensik dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), yang dilaksanakan untuk membantu seorang penyidik tindak pidana korupsi. Hal ini merupakan pelaksanaan ketentuan Pasal 120 ayat (1) KUHAP, yang berbunyi “Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus”. Penyidik tindak pidana korupsi dalam hal mengajukan bantuan seorang ahli akuntan forensik untuk membantu dalam proses penyidikan, penyidik yang bersangkutan akan mengirimkan surat permintaan kepada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Pada umumnya penyidik meminta bantuan untuk menghitung jumlah kerugian negara.
Peran akuntansi forensik dalam penyidikan tindak pidana korupsi adalah sebagai berikut:
1) Mendeteksi Letak Kerugian Keuangan Negara
Mendeteksi letak kerugian keuangan negara adalah mencari tahu apakah perbuatan tersebut menimbulkan adanya kerugian keuangan negara dan dapat dipertanggungjawabkan secara pidana. Salah satu kendala dalam penyidikan tindak pidana korupsi adalah sulitnya untuk menentukan dimana letak kerugian negara dan menentukan apakah sejumlah dana yang dikorupsi oleh seorang tersangka merupakan bagian dari keuangan negara atau perekonomian negara. Adanya akuntansi forensik atau audit forensik menjelaskan mengenai letak kerugian keuangan negara tersebut terjadi, apakah kerugian keuangan negara berkaitan dengan aset, kewajiban, penerimaan atau bahkan pengeluaran. Dengan diketahui letak kerugian yang ditemukan, apabila kerugian tersebut berkaitan dengan keuangan negara atau dapat diketahui bahwa kerugian tersebut memiliki akibat baik langsung maupun tidak langsung terhadap kerugian negara maka telah merugikan keuangan negara.
2) Menghitung Kerugian Keuangan Negara
Penghitungan kerugian keuangan negara adalah suatu proses penghitungan kerugian keuangan negara yang dilakukan oleh instansi dalam penyidikan untuk memperoleh kesimpulan kerugian keuangan negara yang dimuat dalam klausul dakwaan jaksa penuntut umum tindak pidana korupsi. Akuntansi forensik dapat menghitung jumlah kerugian negara dengan melakukan teknik audit investigatif, wawancara mendalam dan melakukan penelusuran terhadap jejak-jejak arus uang. Dengan adanya penelusuran bukti-bukti yang ada maka dapat disimpulkan berapa besarnya jumlah kerugian keuangan negara yang terjadi serta modus operandi yang dilakukan tersangka tindak pidana korupsi. Jumlah kerugian negara ini nantinya akan dijadikan dasar berapa jumlah yang harus dikembalikan kepada negara oleh terpidana korupsi atas perbuatan korupsi yang telah dilakukannya.
3) Mengungkap Modus Operandi Tindak Pidana Korupsi
Tindak pidana korupsi dapat dikatakan sangat majemuk karena mencakup beberapa bidang. Hal ini mengakibatkan proses pengungkapannya sangatlah sulit terlebih karena menyangkut dengan keuangan, ditambah lagi dengan canggihnya modus operandi yang dilakukan dan kecekatan pelaku untuk menghilangkan jejak. Modus operandi dari tindak pidana korupsi sangatlah bervariasi dikarenakan dipengaruhi dan terkait dengan berbagai bidang seperti dalam perpajakan, administrasi, pemerintahan, perbankan dan sebagainya. Akuntansi forensik dalam mengungkap modus operandi tindak pidana korupsi akan melakukan audit secara mendalam terkait dengan bukti-bukti yang telah dihasilkan oleh penyidik dalam proses penyidikan tindak pidana korupsi. Audit ini dilakukan dengan cara menganalisis bukti-bukti tersebut sehingga dapat menemukan bagaimana kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh seseorang sehingga dapat dinyatakan sebagai tindak pidana korupsi.
4) Menghasilkan alat bukti untuk persidangan
Analisis dari akuntansi forensik atau audit forensik dapat menghasilkan bukti berupa surat dan keterangan ahli yang dapat digunakan sebagai alat bukti dalam persidangan, alat bukti tersebut dapat berupa: Laporan Hasil Audit Investigatif (LHAI), Laporan Hasil Penghitungan Kerugian Keuangan Negara (LHPKKN), dan Keterangan Ahli Akuntan Forensik.

Pada setiap tahapan pembuktian akuntansi forensik memiliki fungsi yang berbeda. Eksistensi akuntansi
forensik dalam setiap tahapan pembuktian dapat dijabarkan sebagai berikut:
1) Eksistensi Akuntansi Forensik dalam Pembuktian di Tingkat Penyelidikan Tindak Pidana Korupsi.
Akuntansi Forensik yang digunakan dalam proses penyelidikan bersifat proaktif (proactive fraud audit). Proactive fraud audit digunakan untuk menemukan adanya kecurangan yang dilakukan baik untuk pegawai/pejabat pemerintahan sebagai oknum yang tidak bertanggungjawab maupun oleh manajemen instansi itu sendiri. Pendeteksian kecurangan dilakukan secara aktif tanpa menunggu adanya informasi ataupun pengaduan tentang adanya kecurangan dari seorang penyidik. Eksistensi akuntansi forensik dapat dilihat dari adanya Laporan Hasil Audit Investigatif yang diserahkan oleh auditor forensik kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia mengenai adanya indikasi terjadinya tindak pidana korupsi di lembaga atau instansi fungsional pemerintahan. Laporan tersebut didasarkan dari audit keuangan dan audit operasional yang telah dilakukan dalam mendeteksi adanya kecurangan yang terdapat indikasi tindak pidana korupsi.
Laporan Hasil Audit Investigatif tersebut oleh instansi penyelidik digunakan sebagai informasi yang dapat mengarahkan penyelidik untuk mencari bukti-bukti hukum. Penyelidik akan mengembangkan informasi yang terdapat dalam laporan hasil analisis akuntansi forensik tersebut melalui kegiatan penyelidikan yaitu kegiatan yang dilakukan penyelidik dengan kewenangannya untuk mencari keterangan dan alat bukti serta atas perintah penyidik dapat melakukan penangkapan, penggeledahan dan penyitaan atas diduganya terjadi tindak pidana korupsi. Kegiatan tersebut dilakukan untuk mencari bukti permulaan dan dari bukti permulaan yang didapat tersebut dapat diketahui apakah peristiwa tersebut dapat dilanjutkan ke tahap penyidikan atau dihentikan. Berdasarkan hasil informasi yang terkait dengan jenis penyimpangan, fakta-fakta dan proses kejadian dan penyebab penyimpangan serta dampak dari penyimpangan tersebut, penyelidik akan lebih bisa memfokuskan dirinya untuk mencari alat bukti hukum terkait dengan unsur melawan hukum yang dilakukan oleh tersangka.
2) Eksistensi Akuntansi Forensik dalam Pembuktian di Tingkat Penyidikan Tindak Pidana Korupsi
Eksistensi akuntansi forensik dalam pembuktian di penyidikan tindak pidana korupsi tidak sepenuhnya diperlukan karena tidak semua penyidikan tindak pidana korupsi memerlukan analisis akuntansi forensik. Apabila tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh seorang tersangka tindak pidana korupsi termasuk dalam tindak pidana korupsi yang mudah dalam pembuktiannya maka tidak menggunakan analisis akuntansi forensik. Sebaliknya apabila modus operandinya sangat kompleks dan membutuhkan penghitungan kerugian keuangan negara secara khusus karena tidak dapat dilakukan penghitungan secara biasa oleh penyidik tindak pidana korupsi maka analisis akuntansi forensik sangat diperlukan. Analisis akuntansi forensik digunakan untuk menghasilkan alat bukti yang memiliki kekuatan pembuktian yang kuat di persidangan untuk mendukung dakwaan jaksa penuntut umum.
3) Eksistensi akuntansi forensik dalam proses pembuktian di tingkat penuntutan tindak pidana korupsi
Eksistensi akuntansi forensik dalam pembuktian di tahap penuntutan adalah melengkapi berkas perkara serta bukti-bukti pendukung yang akan dilimpahkan kepada pengadilan tindak pidana korupsi yang bersangkutan, khususnya adalah kelengkapan bukti-bukti yang berkaitan dengan adanya kerugian keuangan negara atau perekonomian negara. Selain itu juga dijadikan sebagai dasar penguraian fakta dalam surat dakwaan mengenai adanya kerugian keuangan negara atau perekonomian negara.
4) Eksistensi akuntansi forensik dalam proses pembuktian di tingkat persidangan tindak pidana korupsi
Eksistensi akuntansi forensik dalam pembuktian di persidangan adalah sebagai alat bukti yang diajukan oleh penuntut umum untuk membuktikan adanya tindak pidana korupsi yang dapat merugikan keuangan negara. Sidang pengadilan perkara pidana adalah untuk mengungkapkan fakta-fakta suatu peristiwa melalui berbagai alat bukti dan terkadang ditambah dengan barang bukti yang sering disebut dengan kegiatan pemeriksaan alat-alat bukti.
Eksistensi akuntansi forensik di setiap tahapan proses pembuktian dalam acara peradilan pidana memiliki fungsi yang berbeda. Dapat disimpulkan bahwa eksistensi akuntansi forensik adalah sebagai sebuah metode yang digunakan oleh penyidik untuk mengetahui modus operandi serta kerugian negara yang ditimbulkan dari perbuatan tersebut. Berdasarkan hasil analisis akuntansi forensik dapat menghasilkan alat bukti sebagai kelengkapan pemberkasan dalam penyidikan dan penuntutan yang kemudian dijadikan sebagai alat bukti dalam persidangan untuk membuktikan perbuatan melawan hukum terdakwa tindak pidana korupsi dan adanya kerugian keuangan negara. Sehingga majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi dapat menjatuhkan putusan yang seadil-adilnya kepada terdakwa serta menjatuhkan hukuman tambahan kepada terdakwa untuk
membayar ganti kerugian negara sesuai dengan hasil perhitungan akuntansi forensik.

Kesimpulan :
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai “Eksistensi Akuntansi Forensik dalam Penyidikan dan Pembuktian Tindak Pidana Korupsi”, dapat diperoleh simpulan: Pertama, Akuntansi forensik dalam proses penyidikan tindak pidana korupsi berperan sebagai suatu metode untuk mengaudit, yakni proses memeriksa, mengevaluasi, menganalisis dan menyimpulkan bukti-bukti yang telah dikumpulkan oleh penyidik. Sehingga dengan audit tersebut, akuntan forensik dapat menyimpulkan adanya letak dan jumlah kerugian keuangan negara atas terjadinya kasus yang berindikasi tindak pidana korupsi. Selain itu akuntansi forensik juga dapat mengungkapkan mengenai modus operandi tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh tersangka dan menghasilkan alat bukti berupa surat dan keterangan ahli.
Kedua, Alat bukti hasil analisis akuntansi forensik yang berupa Laporan Hasil Penghitungan Kerugian Keuangan Negara (LHPKKN), Laporan Hasil Audit Investigatif (LHAI), dan Keterangan ahli akuntan forensik, memiliki pengaruh dalam pertimbangan putusan pengadilan tindak pidana korupsi. Pengaruh yang dimaksud adalah untuk memberikan pertimbangan hakim atas terpenuhinya unsur perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian keuangan negara. Unsur tersebut merupakan unsur yang sangat dominan dalam tindak pidana korupsi.
Ketiga, Eksistensi akuntansi forensik di setiap tahapan pembuktian tindak pidana korupsi memiliki fungsi berbeda-beda. Pada proses penyelidikan akuntansi forensik yang digunakan bersifat proaktif (proactive fraud audit). Pada tahapan penyidikan tindak pidana korupsi eksistensi akuntansi forensik dibutuhkan untuk mendapatkan bukti-bukti yang akurat dan spesifik yang memiliki kekuatan dalam membuktikan tindak pidana korupsi. Pada tahapan penuntutan eksistensi akuntansi forensik adalah melengkapi berkas perkara serta bukti-bukti pendukung yang akan dilimpahkan kepada pengadilan tindak pidana korupsi yang bersangkutan, khususnya adalah kelangkapan bukti-bukti yang berkaitan dengan adanya kerugian keuangan negara atau perekonomian negara. Pada tahap pemeriksaan di sidang pengadilan akuntansi forensik digunakan sebagai alat bukti yang dapat digunakan untuk membuktikan adanya perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh terdakwa tindak


 Oleh : Yusiresita Pajaria

date Kamis, 24 November 2016



Judul Jurnal :
Transformasi Sustainability Reporting Menuju Integrated Reporting (IR) Sebagai Cerminan Semakin Luasnya Akuntabilitas dalam Corporate Governance. 

Jurnal Oleh :
Daeng M. Nazier & Indah Umiyati  (Dosen Tetap STIE Sutaatmadja Subang)
Dimensia Volume 12 Nomor 1 Maret 2015 : 1-34

Pendahuluan :
Dalam  kerangka  stakeholder  theory,  perusahaan  melalui mekanisme  corporate  governance  diharapkan  dapat menjaga akuntabilitasnya selain kepada shareholder juga kepada  pada  stakeholder  lainnya.  Perusahaan  mulai menyadari  kebutuhan  untuk  mengkombinasikan  semua aspek  dalam  sustainability  reporting  dan  laporan keuangan  kedalam  sebuah  laporan  tunggal,  yang kemudian  disebut  dengan  istilah  integrated  reporting <IR>. Tulisan ini mencoba untuk mengkaji transformasi sustainability  reporting  menjadi <IR>, dukungan dan kritik  atas  aplikasi <IR> oleh  perusahaan  sebagai cerminan  akuntabilitas,  penelitian  mengenai  aplikasi <IR> oleh  perusahaan  serta  sejauhmana  aplikasi <IR> oleh perusahaan di Indonesia. Transformasi Sustainability Report  menuju <IR>  membutuhkan  kerangka  berfikir yang  terintegrasi  sehingga  menghasilkan <IR> yang sebenarnya  bukan  hanya  sekedar  window  dressing  dan laporan  kombinasi. 
Disamping  manfaat  yang  dirasakan oleh  perusahaan  yang  mengaplikasikan <IR>, terdapat beberapa  kritik  atas  kerangka <IR> yang  masih  dalam tahap perkembangan. Hal ini memberi ruang kepada pada akademisi untuk mengkaji lebih lanjut mengenai tradeoff antara  manfaat  dan  biaya  dari  aplikasi <IR> oleh perusahaan serta mengkaji pengembangan kerangka <IR> yang  benar-benar  efektif  mencerminkan  integrasi informasi  keuangan  dengan  strategi  berbasis sustainability  dari  perusahaan.  Penerapan <IR> di Indonesia masih memerlukan usaha keras baik dari pihak internal  perusahaan  maupun  eksternal  perusahaan  dan masih  cenderung  merupakan  tambahan  biaya  dengan manfaat  yang  belum  pasti  karena  pasar  modal  di Indonesia belum efektif dan efisien. 

Pembahasan :
1.    Stakeholders Theory 
Berdasarkan stakeholder theory perusahaan harus  menciptakan  kekayaan  untuk  semua  stakeholders, hal ini berbeda dengan model keuangan tradisional yang mencipakan  nilai  hanya  untuk  agent  dan  principle (pemegang  saham).  Teori  ini  menyatakan  kesepakatan antara perusahaan dengan masyarakat, yang mengijinkan perusahaan  untuk  mengkonsumsi  sumberdaya  alam, manusia dan sumberdaya lain untuk menghasilkan barang dan  jasa  dan  menghasilkan  limbah  (dengan  cara  yang dapat mempertahankan keberlangsungan  masyarakat dan lingkungan)  sehingga  pada  saat  yang  sama  harus menciptakan kekayaan juga bagi semua stakeholders dan pihak  lain  yang  berkepentingan.
2.    Corporate Governance 
Corporate governance memiliki peranan penting dalam organisasi, setiap bisnis memerlukan sebuah badan pengelola  yang  menjamin  perusahaan  tersebut  berjalan dalam  arah  yang  baik  dan  benar.  Pentingnya  corporate governance  meningkat  pada  awal  abad  ke  20  setelah berbagai  peristiwa  fraud  yang  terjadi  di  perusahaan, kesalahan pengelolaan manajerial dan kasus pelanggaran hukum yang menyebabkan kerugian besar dari kekayaan pada pemegang saham. 
3.     Akuntabilitas 
Akuntabilitas  sebagai  salah  satu  prinsip corporate  governance  dapat  didefinisikan  sebagai kewajiban untuk menyediakan  akun atau rekening untuk setiap  tindakan  yang  harus  dipertanggungjawabkan, konsep utama dari akuntabilitas mencakup: kepada siapa perusahaan bertanggungjawab dan untuk apa perusahaan bertangungjawab (Zyl, 2013). 
4.     Sustainability Reporting 
Sustainability  adalah  konsep  yang  abstrak  yang maknanya tergantung pada individunya, dimana individu yang  berbeda  akan  mempunyai  makna  yang  berbeda. Sustainability  bisa  diartikan  evaluasi  terhadap  aktifitas suatu entitas terkait dengan dampaknya terhadap generasi di masa datang juga stakeholders sekarang (Roth, 2014).  
5.     Integrated Reporting
Intergrated  Reporting <IR> dikembangkan dalam  praktek  pelaporan  keuangan  dan  ESG (Environmental, Social and Governance)  sebagai  alat bagi perusahaan untuk secara strategis mengelola operasi, merk dan reputasinya terhadap stakeholders dan mempersiapkan  dengan  lebih  baik  untuk  mengelola berbagai  resiko  yang  mungkin  timbul  dalam keberlangsungan  bisnis  jangka  panjang  (King,  2010). 

Metode dan Pendekatan :
Tulisan  ini  menggunakan  pendekatan  literatur review  dengan  mengkaji  tulisan  baik  berupa  penelitian kuantitatif maupun analisis kualitatif dari berbagi sumber seprti  jurnal  ilmiah  dan  majalah  dari  tahun  2010  s.d. 2014.  Hal  ini  untuk  memenuhi  tujuan  yang  dimaksud yaitu mengetahui: 
·         Transformasi sustainability reporting menjadi <IR>,  
·         Dukungan  dan  kritik  atas  aplikasi  <IR>  oleh perusahaan sebagai cerminan akuntabilitas,  
·         Penelitian  mengenai  aplikasi  <IR>  oleh  perusahaan, serta  
·         Sejauhmana  aplikasi  <IR>  oleh  perusahaan  di Indonesia. 

Hasil Pembahasan :
·         Transformasi  Sustainability  Reporting  menuju Integrated Reporting <IR> 
·         Dukungan  untuk  Integrated  Reporting <IR> sebagai Cerminan Akuntabilitas Perusahaan
·         Kritik  atas  Integrated  Reporting  <IR>  sebagai Cerminan Akuntabilitas Perusahaan 
·         Penelitian  Mengenai  Aplikasi  Integrated Reporting <IR> 
·         Aplikasi Integrated Reporting <IR>  di Indonesia Hingga Saat Ini 

Simpulan dan Rekomendasi :
Berdasarkan  pembahasan  diatas  mengenai aplikasi  <IR>  dapat  diambil  beberapa  kesimpulan  dan rekomendasi sebagai berikut: 
1.    Transformasi  Sustainability  Report  menuju  <IR>  membutuhkan  kerangka  berfikir  yang  terintegrasi  sehingga menghasilkan <IR> yang sebenarnya bukan hanya  sekedar  window  dressing  dan  laporan kombinasi. Transformasi Sustainability Reporting Menuju Integrated Reporting (IR) Sebagai Cerminan Semakin Luasnya   Akuntabilitas dalam Corporate Governance. 
2.    Disamping  manfaat  yang  dirasakan  oleh  perusahaan  yang mengaplikasikan <IR>, terdapat beberapa kritik  atas  kerangka  <IR>  yang  masih  dalam  tahap   perkembangan.  Hal  ini  memberi  ruang  kepada  pada   akademisi  untuk  mengkaji  lebih  lanjut  mengenai tradeoff antara manfaat dan biaya dari aplikasi <IR>   oleh perusahaan. 
3.    Para akademisi juja mengambil peran untuk mengkaji pengembangan  kerangka  <IR>  yang  benar-benar efektif  mencerminkan  integrasi  informasi  keuangan   dengan  strategi  berbasis  sustainability  dari perusahaan. 
4.    Penerapan  <IR>  di  Indonesia  masih  memerlukan  usaha  keras  baik  dari  pihak  internal  perusahaan maupun eksternal perusahaan. 
5.    Penerapan  <IR>  di  Indonesia  masih  cenderung  merupakan  tambahan  biaya  dengan  manfaat  yang belum  pasti  karena  pasar  modal  di  Indonesia  belum  efektif dan efisien. 

Oleh : Yusiresita Pajaria, S.E

date Senin, 21 November 2016